Majelis Ta’lim Rabu Al-Abror: KAJIAN TASAWWUF

PENGANTAR

DKM AL-ABROR — Dalam sebuah hadits nabi saw yang cukup populer dikatakan bahwa Inti/awal ajaran agama dalah pengenalan/pengetahuan terhadap Allah (ma’rifatullah). Bahkan Ibnu Abbas ra menafsirkan frase “untuk mengabdi kepada-Ku” (liya’buduun) dalam ayat ad-Dzariyat: 56 (“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”) sebagai lima’rifati (untuk mengenal Aku).

Untuk mendapatkan pengetahuan, manusia diberi oleh Allah 3 instrumen: indera, akal, dan hati. Manusia dapat memperoleh pengetahuan (ma’rifat) tentang realitas di luar dirinya dengan menggunakan ketiga instrumen yang diberikan oleh Allah tsb.

Pengetahuan inderawi didapatkan melalui metode induksi dan pengalaman melalui pengamatan empiris sehingga darinya didapatkan pengetahuan tentang yang diamatinya tersebut.

Pengetahuan akal/nalar (rasional) didapatkan melalui metode deduksi dan penalaran terhadap konsep. Fungsinya adalah sebagai media pengenalan konseptual tentang sesuatu realitas tertentu.

Pengetahuan hati (sukmawi), berkaitan dengan realitas-realitas yang bersifat abstrak/non-materi. Metode yang digunakan ringkasnya adalah dengan membersihkan diri (tazkiyah an-Nafs). Dalam konteks religius, pengetahuan jenis ini berpadanan dengan kata Iman. Namun demikian al-Quran hampir selalu menggandengkan kata “Iman” ini dengan “amal saleh”, sehingga pengetahuan/keyakinan dalam hati ini harus diwujudkan dalam perbuatan nyata yang baik.

Setiap orang yang mampu membersihkan dirinya dari hal-hal buruk (takhalli atau tazakki) dan memupuk hal-hal baik dalam dirinya (tahalli) akan berpeluang untuk mendapatkan pengetahuan (ma’rifat) ini. Pengetahuan jenis yang inilah yang oleh sebagian pihak sering diistilahkan dengan Tasawwuf. Atau sebagian yang lain menamakannya dengan Irfan, hikmah, hakekat, dll. Orang barat sering mengistilahkannya dengan mysticism (mistisisme) atau spiritualism. Yah, apapun sebutannya, kurang lebih yang dimaksudkan adalah sama saja.

Al-Quran juga sering menekankan peranan hati (qalbu) ini dalam meraih pengetahuan (ma’rifat). Seperti misalnya dalam Surat Muhammad (24): “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” atau dalam surat Qaaf ayat 37: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai Qalbu atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.”.

Namun demikian dalam sejarah kita juga melihat adanya praktik-praktik tasawwuf yang memiliki ekses negatif yang justru mengalihkan dari tujuan tasawwuf itu sendiri. Kita juga mungkin sering mendengar ungkapan-ungkapan negatif mengenai Tasawuf, seperti misalnya bahwa tasawwuf itu tidak mementingkan syariat (padahal justru syariat adalah unsur integral tasawwuf), bahwa tasawwuf itu anti-rasio (padahal seharusnya instrumen karunia Allah itu mesti saling mendukung satu dengan lainnya. Bahkan kata qalbu dalam al-Quran seringkali diterjemahkan/ditafsirkan dengan akal juga), dll. Kajian ini diharapkan dapat sedikit meluruskan mengenai tasawuf yang benar/positif itu seperti apa sebenarnya.

SIFAT KEAGUNGAN DAN KEINDAHAN-NYA

Tasawwuf kajian al-AbrorKemudian hal penting lain yang diharapkan dapat kita peroleh adalah bahwa Tasawwuf (yang positif) mengenalkan Allah dalam 2 perwujudannya, yaitu (1) perwujudan keindahan dan cinta (Jamal), disamping (2) perwujudan keagungan dan kedahsyatannya (Jalal). Metode Tasawuf merepresentasikan Islam yang disamping berorientasi syariat, juga menekankan metode Cinta.

Selama ini Islam sering diidentikkan dengan semata-mata syariah, ketaatan dan kedisiplinan pada hukum. Dimana ini merupakan akibat dari pemahaman atas aspek Jalal dari Allah, yaitu aspek keagungan, kehebatan, kedahsyatan yang mencekam dan menggetarkan sehingga kemudian kita taat kepada-Nya karena takut. Padahal aspek ini baru mencakup salah satu aspek sifat-sifat Allah saja, dengan agak mengesampingkan aspek sifat-sifat “Jamal” nya Allah. Aspek Jamal ini artinya keindahan yang memesonakan sehingga menimbulkan cinta dan kasih sayang. Aspek ketuhanan yang satu ini jarang dibahas sehingga menyebabkan pandangan kita tentang Islam menjadi cenderung “angker”. Padahal, justru puncak hubungan antara seorang manusia dengan Tuhan itu harus ditandai dengan kecintaan kepada Allah seperti ini. Maka keberagamaan diwujudkan dalam kecintaan dari orang yang jatuh cinta (‘asyiq) terhadap kekasihnya (ma’syuq). Dalam implementasinya, semua makhluk yang ada di bumi adalah wujud eksistensi Sang Kekasih, karena itu berhak untuk dikasihi dan dicintai. Sehingga diharapkan buah dari tasawwuf yang positif ini adalah akhlaq yang mulia.[al-Abror]

Tulisan ini merupakan pengantar kajian Tasawwuf di Masjid Al-Abror yang dilaksanakan pada 7 Oktober 2013 dibawah bimbingan Ustadz Abdullah Hasan.

 

2 thoughts on “Majelis Ta’lim Rabu Al-Abror: KAJIAN TASAWWUF

  1. Pingback: Majelis Ta’lim Rabu Al-Abror: Pengantar Tasawwuf (2) | Masjid Al-Abror Arcamanik Bandung

  2. Pingback: Cara Tepat Sehat Jantung | Masjid Al-Abror Arcamanik Bandung

Leave a comment